JAKARTA, (PRLM).- Indonesia diketahui memiliki gunung api terbanyak di dunia. Dari 127 gunung api aktif yang ada, baru 69 gunung yang terpantau dengan alat, khususnya peralatan seismik yang merupakan standar minimum.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Minerel Surono menuturkan, jumlah orang yang beraktivitas di sekitar wilayah gunung api itu diperkirakan mencapai lima juta jiwa. 
“Termasuk yang bermukim di sekitar kawasan, petani, para penambang, dan wisatawan,” ujarnya kepada wartawan seusai rapat “Join Coordinating Committee” pemaparan hasil-hasil riset kegempaan dan kegunungapian kerja sama riset Indonesia-Jepang yang digelar di Kantor Coremap LIPI Jakarta, Selasa (1/5/12).
Dia juga menjelaskan, adanya perhatian khusus terhadap gunung api kategori “gunung api kota”. Di antaranya Gunung Merapi, Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Guntur, Gunung Gede, dan Gunung Kelud.
Surono menyampaikan catatan, sejak meletus pada 2010, Gunung Merapi di Jawa Tengah telah mengalami deformasi yang begitu cepat. “Ada deformasi. Ternyata pada 2011, magma itu terdeteksi sudah mulai mengisi lagi kantung-kantung magma di bawah Gunung Merapi,” katanya.
Dijelaskan, ini merupakan bukti Merapi salah satu gunung api paling aktif di dunia. “Merapi sampai sekarang menjadi laboratorium dunia untuk gunung berapi,” katanya.
Sejauh ini, banyak riset/publikasi menyebutkan, pola letusan gunung api di seluruh dunia berubah sejak sejak gempa Aceh 26 Desember 2004.
Dia mencontohkan, perubahan misalnya terlihat pada Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang sejak 1600 letusannya tidak dikenali. Namun, pada Agustus 2010 tiba-tiba memuntahkan lava, debu, dan pasir. “Deformasi tektonik memang berpengaruh pada aktivitas vulkanik," katanya.
Mengenai Gunung Lokon di Sulawesi Utara, Surono menilai, pentingnya dibangun jalur/jalan alternatif dari Manado ke Tomohon. Hal ini agar Tomohon tidak terisolasi jika sampai terjadi awan panas akibat letusan Gunung Lokon dan menutup jalur di sana.
“Membikin jalur jalan dari Manado ke Tomohon. Jika jalan satu-satunya tertutup awan panas, maka Tomohon akan terisolir,” katanya.
Sementara itu, hasil riset mengenai gempa, tsunami dan gunung api itu atas hasil kerja sama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek), Japan Science and Technology (JST), dan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Direktur Projek LIPI JICA yang juga peneliti kegempaan LIPI Hery Harjono mengatakan, Indonesia dan Jepang menjalin kerja sama riset tentang gempa bumi (tsunami) dan gunung berapi, dimulai 2009.
Kedua negara melalui lembaga risetnya terjun dalam program bertajuk “Multi-disciplinary Hazard Reduction from Earthquake and Volcanoes in Indonesia”.
Kerja sama itu secara resmi berakhir pada Mei 2012. Penutupan secara resmi program kerjasama telah berlangsung di Kemristek pada 30 April 2012 dengan dilakukan penyerahan hasil-hasil riset kepada Menteri Riset dan Teknologi dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia. (A-94/A-108)***
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/186891



Leave a Reply.

    Sang Blogger

    Kami adalah dua siswa SMA Santa Laurensia. 

    Archives

    May 2012